Wednesday, January 9, 2013
no image

Seputar Penghapusan RSBI dan SBI

Keberadaan sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), yang diamanatkan dalam Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) digugat sejumlah perwakilan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) akhir Januari lalu. Tidak sedikit pula masyarakat yang memberikan cibiran, walaupun RSBI telah berlangsung lima tahun. Gugatan atau cibiran terhadap keberadaan RSBI bukan tanpa dasar. Mereka melihat bahwa hasil lulusan RSBI tidak beda dengan sekolah tersebut ketika masih menyandang sekolah standar nasional (SSN). Dasar lainya adalah besarnya biaya penyelenggaraan pendidikan RSBI. 

Biaya sekolah di RSBI memang tidak murah untuk ukuran kebanyakan masyarakat di negeri ini. Pada jenjang SMP, orang tua siswa bisa dikenai pungutan hingga jutaan rupiah, sedangkan SPP bisa di atas Rp. 250.000 per bulan. Pada hal, bila bersekolah di SMP negeri non RSBI, semua serba gratis. Tidak ada uang masuk atau uang gedung, begitu pula tidak ada SPP atau uang buku. Semua sudah ditutupi oleh program biaya operasional sekolah (BOS). Masyarakat harus merogoh kantong lebih dalam bila anaknya memilih melanjutkan ke SMP/SMA berstatus RSBI. Oleh karena itu, tidak salah kalau dikatakan RSBI = Sekolah Bertarif Internasional. 

Biaya tinggi agar diterima di RSBI telah menyebabkan anak dari keluarga miskin tidak mampu bersekolah di RSBI. Walaupun dalam ketentuan telah diatur, siswa berprestasi dari kelangan keluarga miskin/kurang mampu diakomudir 20 % untuk bisa masuk di RSBI. Namun aturan ini tidak seindah seperti yang diharapkan, siswa berprestasi dari kalangan keluarga miskin tidak selamanya bisa diterima oleh pihak penyelenggara RSBI. Disamping itu, mereka juga harus menanggung beban pisikologis bila melanjutkan sekolah di RSBI. Di sana mereka akan bergaul dengan siswa dari kalangan kaya/mampu dan elit. 
Seputar Penghapusan RSBI dan SBI
Foto : Muh. Iqbal
Dalam penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan, pemerintah memberikan perlakuan yang berbeda. Peserta didik yang bersekolah di RSBI mendapat perlakuan lebih/istimewa. Sedangkan perlakuan istimewa tidak diberikan kepada siswa yang bersekolah di sekolah non RSBI. Berdasarkan atas kenyataan itu, RSBI sesungguhnya telah menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi dalam dunia pendidikan. Diskriminasi dan kastanisasi juga terlihat dari keberadaan SSN, bila dikaji setidaknya dari perlakuan yang diberikan kepada siswa. Tidakkah dalam UUD 1945, telah mengamanatkan bahwa seluruh warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak dan merata. Oleh karena tidak selayaknya ada sekolah yang berstatus RSSN, SSN, RSBI dan SBI
Seputar Penghapusan RSBI dan SBI
MAHKAMAH Konstitusi (MK) membubarkan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Menurut MK, keberadaan RSBI yang diatur dalam Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bertentangan dengan konstitusi. Pasal 50 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan sekitar 1.300 sekolah berlabel RSBI, termasuk 28 RSBI di Provinsi Lampung. Dengan keputusan MK yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (8-1), berarti negeri ini harus steril dari RSBI dan penyelenggaraan satuan pendidikan berkurikulum internasional. 

Keputusan MK itu jelas melegakan, sangat melegakan, karena tidak ada lagi diskriminasi di bidang pendidikan. Diakui atau tidak, keberadaan RSBI selama ini telah menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi. Disebut diskriminatif karena pemerintah memberikan perhatian berlebihan, termasuk menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk RSBI. Sedangkan pembedaan antara RSBI dan bukan RSBI telah menimbulkan adanya kastanisasi. RSBI dianggap berkasta lebih tinggi dibandingkan sekolah biasa.

Harus jujur dikatakan keberadaan RSBI telah mengukuhkan bahwa hanya anak yang mampu berhak atas pendidikan yang dianggap berkualitas. Biaya masuk RSBI di Lampung selangit mahalnya, sedikitnya Rp20 juta. Adalah benar bahwa terdapat kuota sebesar 20% untuk siswa tidak mampu dapat masuk ke RSBI. Akan tetapi, kuota itu sama sekali tidak menghapus bentuk diskriminasi dan kastanisasi. Pembubaran RSBI harus dijadikan momentum untuk menciptakan peserta didik dan sekolah berdaya saing tanpa embel-embel standar internasional. Embel-embel itu hanya kedok untuk mencari keuntungan. Toh, tidak sedikit siswa berprestasi justru lahir dari sekolah berstandar nasional.

Tidak ada kendala berarti untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, negara sudah berkomitmen mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD untuk pendidikan. Ironisnya, peningkatan mutu tidak berjalan paralel dengan alokasi dana yang besar. Meskipun demikian, ada persoalan serius. Otoritas pendidikan tidak becus mengelola dana besar untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tidak sedikit dana pendidikan yang diselewengkan. Persoalan lain, ini sangat serius, pendidikan di negeri ini dikelola sekehendak selera penguasa, tentu saja lebih celaka kalau seleranya rendah. Misalnya, kurikulum pendidikan berubah suka-suka.

Keputusan MK itu mesti dibaca sebagai koreksi atas selera rendah penguasa, dalam hal ini pemerintah dan DPR, saat menyusun Pasal 50 Ayat (3) UU Sisdiknas. Selera rendah itu berwujud kastanisasi pendidikan. 
*) Sumber : Kompas.com

"Pengkajian ulang sistem pendidikan dan Kebijakan-kebijakan di Negara kita adalah jalan satu-satunya untuk mengakhiri sistem kapitalisasi dan kastanisasi pendidikan, dimana yang kaya dapat menikmati kualitas yang bagus sedangkan yang miskin harus rela menikmati keterbatasan, sedangkan dalam undan-undang dasar 1945 Alinea ke 4 (Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial) terpampang dengan jelas dan dibacakan pada tiap Upacara Bendera di sekolah tiap minggu nya"[Pen]

Read More...
Monday, January 7, 2013
Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis |KLHS

Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis |KLHS

Mengenal KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (definisi KLHS dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 

Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Siapa yang melakukan KLHS?
KLHS dilaksanakan/ dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, karena pada prinsipnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis |KLHS
Mengapa perlu KLHS?
KLHS diperlukan sebagai sebuah instrument/tools dalam rangka self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Bagaimana melaksanakan KLHS?
KLHS dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; 
Perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program; dan 
Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Tahapan seperti ini dilaksanakan baik untuk kegiatan perencanaan maupun evaluasi.

Apa manfaat yang diperoleh dengan melakukan KLHS?
KLHS merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan pada tingkat/tataran hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada tataran hulu KRP maka potensi dihasilkannya KRP yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang pada akhirnya berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfaat yang diperoleh dengan melakukan KLHS adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.


*) Sumber : klhsindonesia.org
Read More...
Banjir Bandang, 9 Kecamatan di Maros Nyaris Tenggelam

Banjir Bandang, 9 Kecamatan di Maros Nyaris Tenggelam

Akibat meluapnya sungai Maros dan banjir bandang yang terjadi sejak Sabtu (5/1) siang, sembilan kecamatan dari 14 kecamatan yang ada di Maros, kabupaten Maros, Sulawesi Selatan nyaris tenggelam. Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla dengan menggunakan helikopter pada Minggu, (6/1) telah melakukan pemantauan langsung di sembilan Kabupaten yang diterjang banjir tersebut.

Sementara itu, menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros, Minggu (6/1) sore, lokasi banjir terparah di Kecamatan Turikale, terjadi di Jl Sejahtera, Jl Sanrima, Jl Cendana, Jl Kassi dan Jl Marampesu. Akses jalan raya terputus pun terputus dan rumah terisolasi. Di Kecamatan Lau banjir terparah di desa Mattiro Decceng. Di desa ini ada dua warga tenggelam dan beberapa rumah terisolasi. Di Kecamatan Maros Baru lokasi terparah berada di bantaran Sungai maros, akses jalan putus dan rumah terisolasi. Di Kecamatan Bantimurung, lokasi banjir terparah di Kelurahan Leang leang, Kelurahan Tompo Balang dan Bungaeja.

Sedangkan, di Kecamatan Tompobulu, khususnya di desa Tumbolo terjadi banjir bandang. Kecamatan Simbang, daerah Pangia, Pakere dan Bonto Paddinging terjadi banjir dan longsor. Di Kecamatan Camba sebanyak empat desa dan Kelurahan diterjang banjir bandang. Di Kecamatan Bontoa desa Pajukukang juga banjir. Sedangkan di Kecamatan Moncongloe, khususnya di desa Moncongloe Lappara juga banjir.
*)Sumber : Koran facebook
Banjir Bandang, 9 Kecamatan di Maros Nyaris Tenggelam
Jembatan Maros (5/1) Jam 14.14 WITA
Beberapa Jam Sebelum Banjir Bandang Terjadi
Foto oleh : A. Muhammad Islamuddin

Menurut Laporan Terakhir (7/1) Kondisi saat ini sudah bagus daripada hari sebelumnya, menurut pemantauan tim investigasi yang disebar oleh penulis, jalan Bone Ke Maros . Maros ke Bone yang lewat Camba, allekappang masih Rawan Longsor Belum aman untuk di lewati, isu beredar yang mengatakan bahwa Jembatan penghubung antara Maros dan Bone (Kac. Mallawa) ambruk pagi ini di klarifikasi oleh salah seorang teman, bahwa Jembatan tersebut tidak ambruk, adapun jembatan yang ambruk bukanlah Jembatan utama (Jalur Padat/Jalur utama) penghubung Kab. Bone dan Kab. Maros, melainkan jembatan lain. informasi di daerah Mario, Jembatan penghubung antar desa ini runtuh.
Banjir Bandang, 9 Kecamatan di Maros Nyaris Tenggelam
Depan Kantor Bupati (6/1) Jam 07.00 WITA
Foto oleh : A. Muhammad Islamuddin
Urungkan niat Anda menuju Kabupaten Maros. Sebab arus lalu lintas di daerah ini lumpuh total akibat banjir bandang yang terjadi sejak kemarin, Sabtu (5/1/2013). Pantauan TRIBUN-TIMUR.COM, Minggu (6/1/2013), arus lalu lintas di jalan poros Makassar-Maros mengalami stagnasi. Banyaknya kendaraan roda empat yang mogok karena mesin mobil kemasukan air serta tinggi air yang mencapai pinggang orang dewasa menjadi penyebab utama kelumpuhan tersebut.

Entah sumber pertama dari mana. Sebuah pesan berantai (broadcast) BlackBerry Messenger (BBM) diduga menyesatkan beredar luas di Makassar, Sabtu (5/1/2013). Pesan tersebut berisi informasi soal luapan air di Bendungan Bili Bili, Kabupaten Gowa. Beredar saat banjir melanda sebagian wilayah Sulsel.

“Mohon do'a.y O:) Jembatan bili-bili skrg sudah mulai menguap dan sudah lewat dri 30cm dr air yg biasa d tampung , skrg warga sudah mulai berdo'a bersama agar kira nya hujan di hentikan dan tdk trjadi hal2 yg tdk d inginkan...
Tlg d bantu BC bagi warga Makassar O:) O:) O:)

Khusus nya sul-sel !” demikian isi pesan tanpa disunting.

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sulsel selaku otoritas atas bendungan ini memberi penjelasan. Apa penjelasannya? 

“Memang, air di bendungan diluapkan ke sungai setiap musim hujan. Kalau tidak meluap ke mana-mana dan itu lebih bahaya. Nanti, air dari musim hujan ini dipakai saat musim kemarau,” kata Kepala Dinas PSDA Sulsel, Soeprapto Budisantoso sata dikonfirmasi, malam ini.

“Kelebihan air disalurkan melalui pintu penyaluran pembuangan dan memang dibuang lewat situ. Debit air di bendungan saat ini masih normal, saya lupa angkanya. Pesan seperti itu tak usah dipedulikan, bikin susah warga,” ujarnya.

“Tinggi pintu pembuangan empat meter dan baru meluap 30 centimeter. Angka itu masih normal. Sudah tidak normal atau bahaya kalau meluap dua meter. Sirine akan berbunyi dan dalam kondisi bahaya. Mohon warga agar tetap tenang,” kata Soeprapto mengimbau.(*)

Laporan terkait smentara Kabupaten Maros Jalur Pangkep Makassar sudah cukup aman untuk dilewati, sedangkan kesimpangsiuran berita jalur Bone-Maros masih blum dpat dipastikan, smentara masih menunggu berita dari tim investigasi terkait [pen]
Read More...
 
TOP